Senin, 10 September 2018


ANOTASI
PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SIBOLGA NOMOR: 243/Pid.Sus/2014/PN.SBG, tanggal 23 Oktober 2014,
Dalam Perkara Tindak Pidana Kehutanan, Atas Nama Terdakwa: Ir. Saparuddin Simatupang alias Capalo


Oleh:
Roli Pebrianto,S.H

I.          PENGANTAR
Putusan Pengadilan Negeri Sibolga Nomor: 243/Pid.Sus/2014/PN.SBG, tanggal 23 Oktober 2014 atas nama Terdakwa: Ir. Saparuddin Simatupang alias Capalo merupakan putusan dalam perkara tindak pidana kehutanan, yakni “menebang pohon, atau memanen, atau memungut hasil hutan didalam hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 78 ayat (5) jo. Pasal 50 ayat (3) huruf e UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (selanjutnya disingkat UU Kehutanan) jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, atau perbuatan menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan yang daimbil atau dipungut secara tidak sah sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 78 ayat (5) jo. Pasal 50 ayat (3) huruf f UU Kehutanan jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam amar Putusan Pengadilan Negeri Sibolga menyatakan bahwa Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam Dakwaan Alternatif Pertama dan Dakwaan Alternatif Kedua. Hal ini kontradiktif dengan Putusan Pengadillan Negeri Sibolga Nomor: 371/Pid.B/2006/PN.Sbg tanggal 2 April 2007 atas nama Terdakwa John Monggo Tinambunan alias Simbolon, dkk, yang dikuatkan oleh Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor: 228/PID/2007/PT.MDN, tanggal 19 Juni 2007, yang menyatakan bahwa Terdakwa John Monggo Tinambunan alias Simbolon, dkk terbukti secara sah bersalah melakukan tindak pidana “Secara bersama-sama menebang pohon didalam didalam hutan tanpa izin dari pejabat yang berwenang.” Dalam pertimbangan Majelis Hakim pada putusan tersebut menyatakan bahwa para terdakwa John Monggo Tinambunan alias Simbolon, dkk merupakan suruhan Ir. Saparuddin Simatupang alias Capalo.
Dengan demikian, terdapat kontradiksi antara kedua putusan tersebut menilai kesalahan para Terdakwa John Monggo Tinambunan alias Simbolon, dkk sebgaai suruhan Terdakwa Ir. Saparuddin Simatupang alias Capalo. Untuk itu, Anator akan memberikan catatan-catatan atau anotasi hukum (legal annotation) terhadap putusan a quo.

II.        KASUS POSISI
Pada mulanya Terdakwa yang merupakan anggota DPRD Kabupaten Sibolga menyuruh atau memerintahkan saksi Jhon Monggo Tinambunan dan Sahirun Bakara (yang perkaranya diajukan dalam berkas terpisah) selanjutnya terdakwa dengan perantaraan saksi Asdin Sitompul menunjukkan peralatan dan disepakati dari hasil hutan yang dikerjakan oleh saksi Jhon Monggo Tinambunan dan Sahirun Bakara maka mereka akan mendapat upah dari terdakwa dengan bayaran sebesar Rp.150.000,-(seratus lima puluh ribu rupiah) per meter kubik dengan ketentuan hasil hutan berupa kayu olahan akan diserahkan kepada terdakwa atau diangkut ketempat pengetaman milik terdakwa, selanjutnya berdasarkan kesepakatan itu maka saksi Jhon Monggo Tinambunan dan Sahirun Bakara menerima peralatan berupa mesin chain saw dari terdakwa untuk memulai bekerja. Kegiatan tersebut tidak dilengkapi izin dari pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan SK Menteri Kehutanan Nomor:382/MenhutII/2004.
Kemudian, pada bulan Mei 2006 saksi Jhon Monggo Tinambunan dan Sahirun Bakara mulai bekerja dengan cara menebang, memanen atau memungut hasil hutan berupa kayu di hutan Datu Desa Sigiring-giring Kecamatan Tukka Kabupaten Tapanuli Tengah (setelah dilakukan peninjauan dilapangan pada tanggal 08 Agustus 2006 serta dihubungkan dengan peta lampiran Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor:44/Menhut-II/2005 tanggal 16 Februari 2005 adalah kawasan hutan dengan status Hutan Negara).
Selanjutnya kayu tersebut diolah menjadi papan atau panel dengan ukuran untuk panel panjang 4 m, tebal 4 cm, dan lebar 20 cm dan untuk papan dengan ukuran 4 m, lebar 25 cm, tebal 2 cm, sehingga hasil hutan yang ditebang, dipanen atau dipungut oleh saksi Jhon Monggo Tinambunan dan Sahirun Bakara yang telah diolah menjadi papan atau panen sebanyak 5 (lima) m3 dan saksi Jhon Monggo Tinambunan dan Sahirun Bakara telah menerima upah atas hasil pekerjaan tersebut adalah sebesar Rp.400.000,- (empat ratus ribu rupiah) untuk saksi Jhon Monggo Tinambunan dan sebesar Rp.320.000,-(tiga ratus dua puluh ribu rupiah) untuk saksi saksi Sahirun Bakara telah diterima dari terdakwa.
Pada tanggal 24 Juli 2006 sekira pukul 16.00 wib ketika saksi Jhon Monggo Tinambunan dan Sahirun Bakara ditangkap oleh petugas kepolisian dari Polres Tapanuli Tengah dan dari saksi Jhon Monggo Tinambunan dan Sahirun Bakara disita 1 (satu) mesin chain saw dan 62 (enam puluh dua) batang kayu olahan yaitu jenis: 1) Ketapang: 30 batang dengan volume/berat 1,1056 M3; 2) Nyatoh: 17 batang dengan volume/berat 0,3580 M3; 3) Dara-dara: 15 batang dengan volume/berat 0,3440 M3, sehngga berjumlah 62 batang dengan volume/berat 1,8076 M3.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor:923/KPTS/Um/12/1982 tanggal 27 Desember 1982, Undang-undang Nomor: 2 Tahun 1992 tentang Tata Ruang dan Peraturan Pemerintah Daerah Propinsi Sumatera Utara Nomor 7 Tahun 2003 bahwa fungsi kawasan hutan negara yang terletak di Hutan Datu Desa Sigiring-giring Kecamatan Tukka Kabupaten Tapanuli Tengah adalah kawasan peruntukan lain.

III.       DAKWAAN DAN TUNTUTAN JAKSA/PENUNTUT UMUM
Dalam perkara a quo, Terdakwa didakwa dengan dakwaan alternatif yakni sebagai berikut:
1.    Perbuatan Terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 78 ayat (5) jo. Pasal 50 ayat (3) huruf e Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP; atau
2.    Perbuatan Terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 78 ayat (5) jo. Pasal 50 ayat (3) huruf f Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan Tuntutan JPU tanggal 13 Oktober 2014 menuntut sebagai berikut:
1.    Menyatakan Terdakwa Ir. Saparuddin Simatupang alias Capalo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Dengan sengaja menyuruh menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang” sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam dakwaan Kesatu melanggar Pasal 78 ayat (5) jo. Pasal 50 ayat (3) huruf e Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP;
2.    Menjatuhkan pidana penjara terhadap Terdakwa Ir. Saparuddin Simatupang alias Capalo selama 1 (satu) tahun dikurangi selama Terdakwa berada dalam tahanan sementara, dan denda sebesar Rp. 15.000.000,00,- (lima belas juta rupiah), subsidair 6 (enam) bulan kurungan;
3.    Menyatakan barang bukti.....”

IV.      PERTIMBANGAN HAKIM
1.     Pertimbangan Majelis Hakim Mengenai Penentuan Unsur-Unsur Tindak Pidana
Bahwa, dalam Surat Dakwaan JPU dalam perkara a quo Terdakwa Ir. Sparuddin Simmatupang didakwa dengan dakwaan yang bersifat alternatif, yakni dakwaan alternatif pertama: Pasal 78 ayat (5) jo. Pasal 50 ayat (3) huruf e Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP; atau dakwaan alternatif kedua Pasal 78 ayat (5) jo. Pasal 50 ayat (3) huruf f Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Bahwa, Pengadilan Negeri Sibolga dalam mempertimbangkan unsur-unsur tindak pidana dari Dakwaan Alternatif Pertama tersebut (hlm. 20), menyatakan unsur-unsur dari tindak pidana yang didakwakan terhadap Terdakwa dalam Dakwaan Alternatif Pertama adalah sebagai berikut:
a.     Barangsiapa;
b.     Menebang pohon, atau memanen atau memungut hasil hutan didalam hutan tanpa memiliki hak atau ijin dari pejabat yang berwenang;
c.     Mereka yang melakukan, menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan.

Sedangkan menyatakan unsur-unsur dari tindak pidana yang didakwakan terhadap Terdakwa dalam Dakwaan Alternatif Kedua (hlm. 23) adalah sebagai berikut:

a.     Barangsiapa;
b.     Menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan;
c.     Yang diambil atau dipungut secara tidak sah;
d.     Mereka yang melakukan, yang menyuruh lakukan dan yang turut serta melakukan.

Bahwa, berdasarkan unsur-unsur dalam Dakwaan Alternatif Pertama dan Dakwaan Alternatif Kedua, Terdakwa didakwa secara bersama-sama. Sebagaimana diketahui bahwa suatu rumusan tindak pidana dalam peraturan perundang-undangan pada umumnya diformulasi untuk pembuat (dader) tunggal dan untuk satu perbuatan. Namun demikian, dalam hal suatu tindak pidana dilakukan oleh lebih dari satu orang pembuat, maka rumusan dapat diperluas penerapannya dengan menggunakan ketentuan-ketentuan tentang penyertaan (deelneming), yang terdapat dalam Pasal 55 dan 56 KUHP.
Bahwa, perbuatan Terdakwa (sebagaimana diuraikan dalam dakwaan) “menyuruh” Jhon Monggo Tinambunan dan Sahirun Bakara (Terdakwa dalam berkas yang terpisah) untuk melakukan perbuatan menebang pohon di Hutan Datu, Desa Sigiring-giring Kec. Tukka, Tapanuli Tengah, kemudian diolah menjadi papan dan untuk selanjutnya dibawa ke tempat pengetaman milik Terdakwa. Atas pekerjaan tersebut Jhon Monggo Tinambunan mendapat upah dari Terdakwa sebesar Rp. 400.000,00,- (empat ratus ribu rupiah) dan untuk Sahirun Bakara sebesar Rp. 320.000,00,- (tiga ratus dua puluh ribu rupiah).

2.     Pertimbangan mengenai unsur “Barangsiapa”
Pada umumnya, rumusan suatu delik didalam undang-undang dimulai dengan subyek (normadressaat) atau pelaku delik yang dirumuskan itu. Sebagian besar memulai dengan “Barangsiapa” (dalam bahasa Belanda: Hij die...”).[1] Begitu pula dalam delik kehutanan, dimulai dengan subyek “Barangsiapa”.
Bahwa, kata-kata “Barangsiapa” dalam suatu rumusan tindak pidana merupakan isyarat pembentuk undang-undang tentang siapakah yang dituju dari norma (addressaat norm) suatu tindak pidana. Dengan demikian tidak tepat apabila Majelis Hakim mendalilkan hal ini sekedar berarti “setiap orang” yang didakwa melakukan tindak pidana. Hal ini ternyata dari dari pertimbangannya bahwa:
“Menimbang, bahwa unsur “barangsiapa” dalam rumusan Pasal 78 ayat (5) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan tentunya mengacu pada rumusan Pasal 50 ayat (3) yang berisikan ketentuan larangan bagi setiap orang. Jadi dengan terpenuhinya “setiap orang” ini, maka terpenuhi pula unsur “barangsiapa””
Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan “orang” adalah subyek hukum baik orang pribadi, badan hukum, maupun badan usaha sebagaimana penjelasan Pasal 50 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang mana bila dikaitkan dengan perkara ini subyek hukum natuurlijk person, yaitu terdakwa Ir. SAPARUDDIN SIMATUPANG Als CAPALO dan ternyata terdakwa mengakui dan membenarkan, serta tidak berkeberatan bahwa identitas terdakwa sebagaimana dalam surat dakwaan Penuntut Umum adalah benar identitas dirinya, dan juga berdasarkan pemeriksaan persidangan terdakwa adalah merupakan subyek hukum yang sehat jasmani dan rohani yang pada dirinya tiada alasan-alasan yang dapat menghapuskan pertanggungjawaban hukum.”

Bahwa sekalipun demikian, karena telah dinyatakan sebagai unsur tindak pidana maka sebagai konsekuensinya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sibolga harus dapat membuktikan Terdakwa Ir. Saparuddin Simatupang termasuk dalam pengertian tersebut. Oleh karenanya, majelis hakim dalam pertimbangannya tersebut tidak sungguh-sungguh dalam mempertimbangkan dan membuktikan unsur “Barangsiapa.”

3.     Pertimbangan mengenai unsur “Menebang pohon, atau memanen atau memungut hasil hutan didalam hutan tanpa memiliki hak atau ijin dari pejabat yang berwenang”
Dalam mempertimbangkan unsur ini, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sibolga memberikan pengertian bahwa hutan adalah “suatu kesatuan ekosistem yang berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.”
Kemudian, Majelis Hakim juga menegaskan dalam pertimbangannya antara Hutan Negara dan Hutan Hak, yang kemudian menguraikan fakta-fakta sebagai berikut::
“Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 1 butir 4 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang dimaksud dengan Hutan Negara adalah Hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah. Sedangkan berdasarkan Pasal 1 butir 5 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Hutan Hak adalah Hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah;
Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa diperoleh fakta hukum bahwa orang tua terdakwa bernama H. Jamarilan Simatupang menyuruh terdakwa mencari orang untuk meremajakan kebun karet yang ada di hutan Datu Desa Sigiring-giring Kecamatan Tukka Kabupaten Tapanuli Tengah, selanjutnya terdakwa meminta saksi Asdin Sitompul untuk mencarikan orang yang bisa menebang pohon. Bahwa saksi Asdin Sitompul memperkenalkan Jhon Monggo Tinambunan dan Sahirun Bakara kepada terdakwa yang kemudian disepakati Jhon Monggo Tinambunan beserta Sahirun Bakara untuk menebang pohon di Hutan Datu Desa Sigiring-giring Kecamatan Tukka Kabupaten Tapanuli Tengah. Bahwa untuk keperluan tersebut H. Jamarilam Simatupang dan terdakwa mengurus Surat Keterangan yang dikeluarkan  Kepala Desa Timbul Sitompul untuk menumbang kayu guna peremajaan kayu karet yang terletak di Lorong III Aek Simamak Desa Sigiring-giring  dan kayu yang ada di lahan tersebut diolah untuk keperluan bangunan pemondokan di kebun. Bahwa selanjutnya Jhon Monggo Tinambunan dan Sahirun Bakara melakukan penebangan di lokasi tersebut;
Menimbang, bahwa pada hari Senin tanggal 24 Juli 2006 Jhon Monggo Tinambunan dan Sahirun Bakara ditangkap dan di lokasi ditemukan 62 (enam puluh dua) potong hasil hutan berupa kayu olahan dan 1 (satu) unit mesin Chain Saw. Bahwa pemilik kayu tersebut adalah terdakwa Ir. SAPARUDDIN SIMATUPANG Als CAPALO”

Berdasarkan fakta tersebut, menurut Majelis Hakim yang didasarkan atas keterangan saksi-saksi dan keterangan Ahli menyatakan bahwa lokasi penebangan yang dilakukan oleh Jhon Monggo Tinambunan dan Sahirun Bakara berada pada Areal Penggunaan Lain (APL) yang bukan termasuk Kawasan Hutan, namun di Areal Penggunaan Lain (APL) masih ada perkebunan dan pemukiman penduduk. Sehingga, dalam Areal Penggunaan Lain (APL) apabila belum dibebani sesuatu alas hak maka merupakan tanah Negara, sebaliknya apabila telah memiliki alas hak maka merupakan kewenangan dari pemegang hak. Majelis Hakim menyatakan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan Ahli lokasi penebangan yang dilakukan oleh Jhon Monggo Tinambunan dan Sahirun Bakara berada pada Areal Penggunaan Lain (APL);
Menimbang, bahwa Ahli juga telah menerangkan bahwa Areal Penggunaan Lain (APL) bukan termasuk Kawasan Hutan, namun di Areal Penggunaan Lain (APL) masih ada perkebunan dan pemukiman penduduk. Bahwa wilayah yang terdapat dalam Areal Penggunaan Lain (APL) apabila belum dibebani sesuatu alas hak maka merupakan tanah Negara, sebaliknya apabila telah memiliki alas hak maka merupakan kewenangan dari pemegang hak;
Menimbang, bahwa Ahli berpendapat lokasi penebangan merupakan Areal Penggunaan Lain (APL) yang masih dikuasai Negara karena saat peninjauan ke lokasi Ahli tidak ada ditunjukkan mengenai bukti kepemilikan berupa alas hak oleh pihak kepolisian, hanya berdasarkan keterangan pihak kepolisian bahwa terdakwa tidak memiliki bukti kepemilikan atas lahan tersebut;
Menimbang, bahwa terdakwa menerangkan lokasi tempat Jhon Monggo Tinambunan dan Sahirun Bakara melakukan penebangan pohon adalah kebun milik orang tua terdakwa yang bernama Jamarilam Simatupang sejak tahun 1964. Bahwa hal ini bersesuaian dengan keterangan saksi Asdin Sitompul, saksi Timbul Sitompul, saksi a de charge Hadir Simatupang dan saksi a de charge Firman Zebua menyebutkan bahwa sepengetahuan saksi-saksi tersebut lokasi tempat Jhon Monggo Tinambunan dan Sahirun Bakara melakukan penebangan pohon adalah merupakan lahan/kebun milik orang tua terdakwa yang bernama H. Jamarilam Simatupang;
Menimbang, bahwa terdakwa dipersidangan mengajukan alat bukti berupa fotocopy Surat Jual Beli Kebun tertanggal bulan 5 tahun 1965, fotocopy Surat Jual Beli Kebun tertanggal bulan 12 tahun 1964 dan fotocopy Pembayaran PBB atas tanah tersebut sejak tanggal  02 Januari 2006;
Menimbang, bahwa Majelis Hakim berpendapat bahwa fotocopy Surat Jual Beli Kebun tertanggal bulan 5 tahun 1965, fotocopy Surat Jual Beli Kebun tertanggal bulan 12 tahun 1964 dan fotocopy pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang diajukan oleh terdakwa dalam persidangan adalah merupakan bukti hak kepemilikan atas lahan kebun karet lokasi tempat Jhon Monggo Tinambunan dan Sahirun Bakara melakukan penebangan pohon;
Menimbang, bahwa dengan demikian Majelis Hakim berkesimpulan oleh karena terdakwa memiliki alas hak atas lahan tempat lokasi Jhon Monggo Tinambunan dan Sahirun Bakara melakukan penebangan pohon dan oleh karena lokasi penebangan pohon menurut ahli berada pada Areal Penggunaan Lain (APL) maka unsur menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau ijin dari pihak yang berwenang tidak terpenuhi”

Berdasarkan pertimbangan diatas dan oleh karena salah satu unsur dari Pasal Pasal 78 ayat (5) Jo Pasal 50 ayat (3) huruf e Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang  Kehutanan Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP tidak terpenuhi, maka Majelis Hakim berpendapat bahwa Terdakwa haruslah dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan alternatif Kesatu sehingga Terdakwa haruslah dibebaskan dari dakwaan tersebut.
Perlu mendapat catatan Anator ialah bahwa dalam untuk dapat ditentukan adanya penebangan kayu dalam hutan, maka harus ditentukan apakah penebangan yang dilakukan masuk kedalam areal hutan atau areal penggunaan lain (APL), jika masuk kedalam areal hutan maka jelas telah terjadi tindak pidana. Jika masuk APL, maka harus dibuktikan dengan alas hak. Dalam putusan ini, Anator memandang bahwa Majelis Hakim telah keliru dalam memberikan pertimbangan dan tidak mempertimbangkan keterangan Ahli. Hal mana dalam pertimbangannya yang menyatakan bahwa:
“Menimbang, bahwa Ahli berpendapat lokasi penebangan merupakan Areal Penggunaan Lain (APL) yang masih dikuasai Negara karena saat peninjauan ke lokasi Ahli tidak ada ditunjukkan mengenai bukti kepemilikan berupa alas hak oleh pihak kepolisian, hanya berdasarkan keterangan pihak kepolisian bahwa terdakwa tidak memiliki bukti kepemilikan atas lahan tersebut;
Menimbang, bahwa terdakwa menerangkan lokasi tempat Jhon Monggo Tinambunan dan Sahirun Bakara melakukan penebangan pohon adalah kebun milik orang tua terdakwa yang bernama Jamarilam Simatupang sejak tahun 1964. Bahwa hal ini bersesuaian dengan keterangan saksi Asdin Sitompul, saksi Timbul Sitompul, saksi a de charge Hadir Simatupang dan saksi a de charge Firman Zebua menyebutkan bahwa sepengetahuan saksi-saksi tersebut lokasi tempat Jhon Monggo Tinambunan dan Sahirun Bakara melakukan penebangan pohon adalah merupakan lahan/kebun milik orang tua terdakwa yang bernama H. Jamarilam Simatupang;”

Berdasarkan pertimbangannya tersebut, Majelis Hakim telah mengabaikan mengenai tidak bukti kepemilikan hak, sehingga dengan demikian menurut Anator lahan tersebut merupakan areal kawasan hutan. Kemudian pada bagian yang lain dari pertimbangannya Majelis Hakim mendasarkan hanya pada adanya alat bukti berupa fotocopy Surat Jual Beli Kebun dan fotocopy Pembayaran PBB atas tanah:
“Menimbang, bahwa terdakwa dipersidangan mengajukan alat bukti berupa fotocopy Surat Jual Beli Kebun tertanggal bulan 5 tahun 1965, fotocopy Surat Jual Beli Kebun tertanggal bulan 12 tahun 1964 dan fotocopy Pembayaran PBB atas tanah tersebut sejak tanggal  02 Januari 2006;
Menimbang, bahwa Majelis Hakim berpendapat bahwa fotocopy Surat Jual Beli Kebun tertanggal bulan 5 tahun 1965, fotocopy Surat Jual Beli Kebun tertanggal bulan 12 tahun 1964 dan fotocopy pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang diajukan oleh terdakwa dalam persidangan adalah merupakan bukti hak kepemilikan atas lahan kebun karet lokasi tempat Jhon Monggo Tinambunan dan Sahirun Bakara melakukan penebangan pohon;”

Berdasarkan uraian diatas, menurut Anator Majelis Hakim telah keliru dalam menerapkan hukum acara terutama dalam hal pembuktian. Sebagaimana dimaksud Pasal 186 huruf c KUHAP mengenai Surat sebagaimana Pasal 184 Ayat (1) huruf c KUHAP, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah: surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya dalam perkara ini berupa Berita Acara Pemeriksaan (BAP) ahli atas nama Amon Sitanggang dan Bernard Situmorang.
Kemudian, berdasarkan Pasal  188  Ayat  (1)  dan  (2)  KUHAP mengenai petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. Dengan demikian, barang bukti berupa fotocopy Surat Jual Beli Kebun dan fotocopy Pembayaran PBB atas tanah menurut Anator tidak dapat dikategorikan baik kedalam alat bukti surat maupun alat bukti petunjuk.
Dengan demikian, menurut Anator, alat bukti Surat yang diajukan dalam persidangan dipandang tidak cukup membuktikan Terdakwa berhak atau memiliki izin untuk melakukan penebangan pohon di Hutan Datu, Desa Sigiring-giring, Kecamatan Tukka, Kabupaten Tapanuli Tengah sebagaimana yang telah Penuntut Umum tuangkan dalam Tanggapan Penuntut Umum terhadap Nota Pembelaan (Pledoi) yang diajukan oleh Terdakwa ataupun Penasehat Hukum Terdakwa.

4.     Pertimbangan mengenai unsur “Mereka yang melakukan, menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan”
Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim tidak mempertimbangkan mengenai unsur “mereka yang melakukan, menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan.” Padahal unsur ini meupakan unsur pemberat pidana. Berdasarkan hal-hal yang terungkap di persidangan dan keterangan saksi-saksi, diperoleh fakta bahwa Terdakwa Ir. Saparuddin Simatupang alias Capalo menyuruh Jhon Monggo Tinambunan dan Sahirun Bakara (Terdakwa dalam berkas berbeda) untuk menebang kayu di hutan Datu Desa Sigiring-giring, Kecamatan Tukka, Kabupaten Tapanuli Tengah.
Dengan demikian, maka Terdakwa Ir. Saparuddin Simatupang alias Capalo, merupakan orang yang menyuruh melakukan tindak pidana penebangan pohon dalam hutan tanpa adanya izin dari pejabat yang berwenang. Sehingga menurut Anator, unsur “mereka yang melakukan, menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan” telah terpenuhi. Kemudian, berdasarkan uraian mengenai pertimbangan tentang unsur-unsur dakwaan yang telah Anator uraikan diatas, telah terpenuhi, sehingga terdakwa harus dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana menyuruh melakukan penebangan pohon dalam areal hutan tanpa izin dari pejabat yang berwenang.

V.        PUTUSAN
Dalam amar putusan yang diucapkan pada tanggal 23 Oktober 2014, Majelis Hakim menyatakan sebagai berikut:
1.     Menyatakan Terdakwa Ir. Saparuddin Simatupang alias Capalo tersebut di atas, tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana  sebagaimana didakwakan dalam  dakwaan  Alternatif  Kesatu  dan Alternatif Kedua;
2.     Membebaskan Terdakwa  oleh  karena  itu  dari  semua  dakwaan Penuntut Umum;
3.     Memerintahkan Terdakwa dibebaskan dari tahanan segera setelah putusan ini diucapkan;
4.     Memulihkan hak-hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya;
5.     Menetapkan barang bukti berupa:
-            1 (satu) lembar fotocopy surat keterangan Kepala Desa Sigiring-giring, Kecamatan Tukka, Kabupaten Tap-Tengah Nomor 63/SK/SBG/2006; Tetap terlampir dalam berkas perkara;
6.    Membebankan biaya perkara kepada negara;

Melihat amar putusan tersebut, dalam tindak pidana yang melanggar Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan atas  nama  Terdakwa  Ir.  Saparuddin Simatupang alias Capalo, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sibolga kurang mempertimbangkan rasa keadilan di tengah-tengah masyarakat juga tidak mempunyai  daya  tangkal  terhadap  orang  lain  yang  ingin  melakukan perbuatan pidana yang sama maupun membuat jera pelaku untuk tidak dapat mengulangi perbuatannya di kemudian hari.
Selain itu, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sibolga tidak mempertimbangkan Putusan Pengadilan Negeri Sibolga Nomor: 371/PID.B/2006/PN.Sbg tanggal 2 April 2007  atas nama Terdakwa John Monggo Tinambunan alias Simbolon, dkk, yang dikuatkan  oleh Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor: 228/PID/2007/PT-MDN., tanggal 19 Juni 2007 yang menyatakan para Terdakwa John Monggo Tinambunan alias Simbolon, dkk, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Secara bersama-sama menebang pohon di dalam hutan tanpa izin dari pejabat yang berwenang”. Dimana dalam pertimbangan Majelis Hakim dalam putusan tersebut menyatakan bahwa para Terdakwa John Monggo Tinambunan alias Simbolon, dkk, adalah atas suruhan Ir. Saparuddin Simatupang alias Capalo.
Pengadilan juga telah melampaui batas wewenangnya, baik hal itu mengenai wewenang absolut maupun relatif atau pelampauan wewenang dengan cara memasukkan hal-hal yang non yuridis dalam pertimbangannya, sehingga dalam tindak pidana yang melanggar Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan atas nama  Terdakwa Ir. Saparuddin Simatupang alias Capalo, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sibolga kurang mempertimbangkan dasar-dasar yang dijadikan ahli dalam memberikan keterangan  mengenai  lokasi  penebangan  pohon  di  Hutan  Datu,  Desa Sigiring-giring, Kecamatan Tukka, Kabupaten Tapanuli Tengah adalah merupakan termasuk Hutan dengan status Hutan Negara dan 62 (enam puluh dua) kayu berbentuk papan dengan volume 1,8076 m³ adalah jenis kelompok Rimba Campuran dan dapat dikatakan sebagai hasil hutan.


[1] A.Z. Abidin dan Andi Hamzah, Pengantar Dalam Hukum Pidana Indonesia, (Jakarta: PT. Yarsif Watampone, 2010), hlm. 121.

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA

A.      Latar Belakang Pembicaraan tentang korupsi seakan tidak ada putus-putusnya. Fenomena ini memang sangat menarik untuk dikaji, apala...